LOMBOK TENGAH (ntbupdate.com)- Diduga adanya temuan selisih harga tanah, di lokasi pembangunan 120 unit rumah pemukiman warga, terdampak proyek kawasan Mandalika sebesar Rp. 1,4 Miliar.
Diduga di korupsi kan oleh sejumlah oknum pejabat Lombok Tengah (Loteng). Pasalnya, pembangunan proyek pemukiman di atas lahan sekitar 2 hektar (20.000 M2) tersebut,
harga lahan tempat pemukiman per are sebesar Rp. 15 juta, sementara harga riil yang dibayarkan kepada pemilik lahan sebesar Rp. 8 juta per-are, sehingga ada selisih Rp 7 juta per are.
Dengan demikian, maka terdapat total selisih harga atau sisa pembayaran lahan sebesar Rp. 1,4 Miliar. Sedangkan di sisi lain, tidak ada laporan yang menjelaskan penggunaan (untuk apa?) sisa pembayaran lahan tersebut.
Selanjutnya masalah pembangunan proyek 120 unit rumah pemukiman warga, dampak proyek kawasan Mandalika tersebut, dijalankan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Loteng dengan dana yang bersumber dari dana Bantuan Sosial (Bansos), selanjutnya dikelola oleh Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Loteng.
Atas adanya dugaan korupsi tersebut, Koalisi Pejuang Tanah Mandalika akan melaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi NTB agar segera ditindak.
Demikian dikatakan pejuang lahan KEK Mandalika, M. Samsul Qomar yang dikirim ke Redaksi ntbupdate.com. Jum’at (10/2).
Masih dalam rilisnya, berkaitan dengan adanya dugaan tersebut, Kepala Dinas PUPR Lombok Tengah, L. Rahadian membantah adanya konspirasi dalam proyek tersebut. Menurutnya, dana tersebut tidak hanya untuk membayar lahan tempat dibangunnya rumah yang dimaksud itu saja, akan tetapi juga untuk membayar lahan untuk untuk fasilitas umum seperti untuk tambahan akses jalan, jalan lingkungan, lapangan, musholla, ruang terbuka hijau dan lain lain.
Selebihnya, Kadis PUPR melemparkan kembali kepada Dinas Perkim bidang perumahan berkaitan dengan detail informasi proyek ini, karena proyek tersebut sejak awal ditangani oleh Dinas Perkim Loteng.
Ditempat yang terpisah lanjut mantan senior Jurnalis Loteng ini, pihak Dinas Perkim Loteng mengatakan, Pemkab Loteng menganggarkan dana untuk lahan perumahan eks pemilik lahan di KEK Mandalika itu melalui 3 tahapan yang pendistribusiannya langsung ditransfer ke rekening 120 warga penerima manfaat.
Sebelumnya, masing-masing dari warga tersebut dibuatkan rekening di Bank NTB.
Tahap pertama pada akhir tahun 2020 sebesar Rp.600 juta melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Loteng. Masing-masing dari 120 warga penerima Rp.5 juta, sehingga total keseluruhan menjadi Rp.600 juta.
Pencairan tahap kedua, dilakukan pada tahun 2021 dari APBD murni, dan di distribusikan melalui Dinas Perkim Loteng dengan jumlah yang sama pada anggaran tahap pertama yakni Rp. 600 juta, selanjutnya langsung diteruskan ke rekening warga, dengan jumlah masing-masing Rp. 5 juta.
Kemudian penganggaran tahap ketiga, masih di tahun 2021, dilakukan pada APBD Perubahan 2021 dan anggaranya juga masuk melalui Dinas Perkim dengan jumlah total Rp.600 juta dan langsung ditransfer ke rekening warga.
Dengan demikian, total anggaran Bantuan Sosial (Bansos) untuk lahan perumahan bagi warga eks pemilik lahan di KEK Mandalika tersebut adalah Rp.600 juta dikalikan 3 yakni Rp.1,8 miliar dan total yang diterima masing-masing warga yakni Rp. 15 juta dengan asumsi bahwa dana tersebut untuk harga 1 are lahan untuk 1-unit rumah.
Selain itu, informasinya sebelumnya, ITDC juga sudah mengeluarkan dana sebesar Rp. 400 juta untuk dana land clearing.
Berdasarkan uraian data tersebut di atas, jika dipadukan dengan uraian di dalam Resettlement Action Plan (RAP) ITDC yang disampaikan kepada AIIB, terkait dengan proyek pemukiman kembali tersebut terdapat banyak kejanggalan diantarnya.
Pertama, Pelaksanaan proyek pemukiman kembali ini tidak dijalankan secara transparan. Sarat korupsi dan penipuan terhadap warga dan masyarakat luas secara publik.
Dua, Berdasarkan data awal yang disampaikan ITDC kepada AIIB bahwa, proyek pemukiman kembali dialokasikan untuk 150 warga, dimana pada tahun 2019 sudah terdapat 137 warga yang sudah terverifikasi dan masuk data lengkapnya. Sementara dalam realisasinya saat ini, pemukiman kembali hanya diberikan kepada 120 keluarga (KK). Lantas kemana atau digunakan untuk apa sisa dana 17-30 KK yang sebelumnya termasuk kedalam alokasi dana pemukiman untuk 137-150 KK?
Tiga, Biaya proyek pemukiman kembali bersumber dari dana bantuan social (Bansos), yang artinya bahwa pemukiman kembali yang diklaim sebagai pertanggungjawaban ITDC dan pemerintah bukanlah ganti-rugi (Kompensasi) melainkan bantuan social dari dinas sosial.
Empat, Berdasarkan RAP-ITDC bahwa kompensasi untuk biaya pindah diberikan kepada setiap warga sebesar Rp. 10.000.000/KK, dimana separuhnya (Rp. 5.000.000) langsung dipotong untuk membayar uang muka (DP) rumah yang akan mereka tempati di tempat pemukiman kembali, dan dipotong juga sebesar Rp. 2.000.000 setiap KK sebagai uang administrasi untuk pengurusan administrasi tanah dan rumah yang akan mereka tempati, sehingga uang/biaya bongkar dan pindah rumah yang diterima oleh warga hanya Rp. 3.000.000/KK.
Lima, Warga akan dibebankan beban cicilan untuk mendapatkan hak atas tanah dan rumah yang mereka tempati, dengan rincian sebagai berikut:
a. Rp. 300.000 cicilan perbulan untuk mendapatkan hak atas tanah yang mereka tempati yang nantinya akan langsung atas nama mereka (warga),-Asumsinya cicilan ini hanya untuk mendapatkan hak, artinya dokumen pengakuan hak (Sertifikat, dll.).
b. Cicilan bulanan untuk pembayaran tanah yang mereka tempati. Berdasarkan RAP dijelaskan bahwa besaran cicilan yang akan dibayar perbulan akan disesuaikan dengan harga tanah pada saat mereka pindah dan akan diumumkan paling tidak sebulan sebelum mereka pindah.
c. Berdasarkan informasi dari warga, mereka akan membayar cicilan bulanan tersebut selama sekitar 5 tahun, terhitung sejak mereka pindah ke tempat pemukiman kembali.
Enam, Klaim dana bantuan social yang katanya diberikan kepada warga terdampak, tidak pernah diterima langsung oleh warga. Warga hanya dimintai untuk menandatangani kwitansi kosong, tapi tidak menerima uang sepeserpun.
Tujuh, Secara esensi, selain uang pindah sebesar Rp. 3.000.000/KK, tidak ada kompensasi apapun yang diterima oleh warga sebagai ganti rugi atas tanah, rumah, tanaman, dan property mereka yang hilang beserta bentuk-bentuk kerugian lainnya.
Delapan, ITDC bersama pemerintah melakukan penipuan dan korupsi atas dana kompensasi dan bantuan social milik warga terdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Korupsi secara langsung dilakukan dengan pemangkasan secara langsung uang kompensasi dampak pembangunan proyek Mandalika dan pemotongan dana bantuan social melalui selisih pengadaan tanah yang seharusnya diterima langsung oleh warga. Korupsi tidak langsung dilakukan dengan cara komersialisasi dana kompensasi dan dana bantuan social proyek pemukiman kembali dengan pelimpahan beban pembangunan proyek kepada warga yang harus membayar dengan sistem kredit bulanan untuk tanah dan rumah yang mereka tempati.
Demikian ulasan lengkap, yang di kirim pejuang tanah Mandalika M. Samsul Qomar, ke Redaksi ntbupdate.com (Red).