Diduga Ada Kejahatan Dipertontonkan Dalam Proyek Pembangunan Pemukiman Mandalika

LOMBOK TENGAH (ntbupdate.com)- Diduga ada perbuatan kejahatan yang di pertontonkan oleh pemerintah dan ITDC dalam Proyek Pembangunan Pemukiman Mandalika. Pasalnya dalam proyek ini, di duga ada upaya melakukan perubahan, Bantuan Sosial (Bansos) rakyat tersebut, di duga diubah menjadi kredit.

“Sudah ada pemberitahuan sudah dari warga, di suruh bayar angsuran Rp 300 ribu per bulan selama 5 tahun, kan kurang ajar,” kesal pejuang lahan Mandalika, M. Samsul Qomar, Jum’at (10/3)

Padahal lanjut mantan ketua Komisi II DPRD Loteng ini, pembangunan proyek tersebut dananya bersumber dari dana Bantuan Sosial (Bansos) yang selanjutnya dikelola oleh Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lombok Tengah, yang dikerjakan Dinas PUPR Lombok Tengah.

Proyek pembangunan 120-unit rumah pemukiman tersebut, diperuntukkan bagi warga terdampak proyek kawasan Mandalika sebesar Rp. 1,4 Miliar. “Ada dugaan proyek ini lahan korupsi oknum di tambah lagi ada pengakuan warga, mereka kridit kan perbulannya Rp 300,” jelasnya.

Selanjutnya, pembangunan proyek pemukiman di alokasikan di atas lahan sekitar 2 hektar (20.000 M2) untuk 120-unit rumah dengan alokasi luas 1 are (100 M1) dalam setiap unit rumah, dan sisanya untuk fasilitas umum.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, harga lahan tempat pemukiman kembali tersebut dialokasikan sebesar Rp. 15 juta per-are untuk sekitar 2 hektar (20.000 M2 atau sama dengan 200 are), sementara harga riil yang dibayarkan kepada pemilik lahan sebesar Rp. 8 juta per-are, sehingga ada selisih Rp 7 juta per are. Dengan demikian, maka terdapat total selisih harga atau sisa pembayaran lahan sebesar Rp. 1,4 Miliar.

Sementara itu, tidak ada laporan yang menjelaskan penggunaan (untuk apa?) sisa pembayaran lahan tersebut.
Atas adanya dugaan korupsi tersebut, Koalisi Pejuang Tanah Mandalika akan melakukan pelaporan kepada Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi NTB agar segera ditindak.

Berkaitan dengan adanya dugaan tersebut, Kepala Dinas PUPR Lombok Tengah, L. Rahadian membantah adanya konspirasi dalam proyek tersebut. Menurutnya, dana tersebut tidak hanya untuk membayar lahan tempat dibangunnya rumah yang dimaksud itu saja, akan tetapi juga untuk membayar lahan untuk untuk fasilitas umum seperti untuk tambahan akses jalan, jalan lingkungan, lapangan, musholla, ruang terbuka hijau dan lain lain. Selebihnya, Kadis PUPR melemparkan kembali kepada Dinas Perkim bidang perumahan berkaitan dengan detail informasi proyek ini, karena proyek tersebut sejak awal ditangani oleh Dinas Perkim.
Ditempat yang terpisah, pihak Dinas Perkim Lombok Tengah mengatakan bahwa, Pemkab Lombok Tengah (Lalu Kajeng Susila) menganggarkan dana untuk lahan perumahan eks pemilik lahan di KEK Mandalika itu melalui 3 tahapan yang pendistribusiannya langsung ditransfer ke rekening 120 warga penerima manfaat. Sebelumnya, masing-masing dari warga tersebut dibuatkan rekening di Bank NTB.
Tahap pertama pada akhir tahun 2020 sebesar Rp.600 juta melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lombok Tengah. Masing-masing dari 120 warga penerima Rp.5 juta, sehingga total keseluruhan menjadi Rp.600 juta.
Pencairan tahap kedua, dilakukan pada tahun 2021 dari APBD murni, dan di distribusikan melalui Dinas Perkim Lombok Tengah dengan jumlah yang sama pada anggaran tahap pertama yakni Rp. 600 juta, selanjutnya langsung diteruskan ke rekening warga, dengan jumlah masing-masing Rp. 5 juta.
Kemudian penganggaran tahap ketiga, masih di tahun 2021, dilakukan pada APBD Perubahan 2021 dan anggaranya juga masuk melalui Dinas Perkim dengan jumlah total Rp.600 juta dan langsung ditransfer ke rekening warga.
Dengan demikian, total anggaran Bantuan Sosial (Bansos) untuk lahan perumahan bagi warga eks pemilik lahan di KEK Mandalika tersebut adalah Rp.600 juta dikalikan 3 yakni Rp.1,8 miliar dan total yang diterima masing-masing warga yakni Rp. 15 juta dengan asumsi bahwa dana tersebut untuk harga 1 are lahan untuk 1-unit rumah.
Selain itu, diinformasikan bahwa sebelumnya, ITDC juga sudah mengeluarkan dana sebesar Rp. 400 juta untuk dana land clearing.
Berdasarkan uraian data tersebut diatas, jika dipadukan dengan uraian didalam Resettlement Action Plan (RAP) ITDC yang disampaikan kepada AIIB, terkait dengan proyek pemukiman kembali tersebut terdapat banyak kejanggalan:
1. Pelaksanaan proyek pemukiman kembali ini tidak dijalankan secara transparan. Sarat korupsi dan penipuan terhadap warga dan masyarakat luas secara publik.
2. Berdasarkan data awal yang disampaikan ITDC kepada AIIB bahwa, proyek pemukiman kembali dialokasikan untuk 150 warga, dimana pada tahun 2019 sudah terdapat 137 warga yang sudah terverifikasi dan masuk data lengkapnya. Sementara dalam realisasinya saat ini, pemukiman kembali hanya diberikan kepada 120 keluarga (KK). Lantas kemana atau digunakan untuk apa sisa dana 17-30 KK yang sebelumnya termasuk kedalam alokasi dana pemukiman untuk 137-150 KK?
3. Biaya proyek pemukiman kembali bersumber dari dana bantuan social (Bansos), yang artinya bahwa pemukiman kembali yang diklaim sebagai pertanggungjawaban ITDC dan pemerintah bukanlah ganti-rugi (Kompensasi) melainkan bantuan social dari dinas sosial.
4. Berdasarkan RAP-ITDC bahwa kompensasi untuk biaya pindah diberikan kepada setiap warga sebesar Rp. 10.000.000/KK, dimana separuhnya (Rp. 5.000.000) langsung dipotong untuk membayar uang muka (DP) rumah yang akan mereka tempati di tempat pemukiman kembali, dan dipotong juga sebesar Rp. 2.000.000 setiap KK sebagai uang administrasi untuk pengurusan adminsitrasi tanah dan rumah yang akan mereka tempati, sehingga uang/biaya bongkar dan pindah rumah yang diterima oleh warga hanya Rp. 3.000.000/KK.
5. Warga akan dibebankan beban cicilan untuk mendapatkan hak atas tanah dan rumah yang mereka tempati, dengan rincian sebagai berikut:
a. Rp. 300.000 cicilan perbulan untuk mendapatkan hak atas tanah yang mereka tempati yang nantinya akan langsung atas nama mereka (warga),-Asumsinya cicilan ini hanya untuk mendapatkan hak, artinya dokumen pengakuan hak (Sertifikat, dll.).
b. Cicilan bulanan untuk pembayaran tanah yang mereka tempati. Berdasarkan RAP dijelaskan bahwa besaran cicilan yang akan dibayar perbulan akan disesuaikan dengan harga tanah pada saat mereka pindah dan akan diumumkan paling tidak sebulan sebelum mereka pindah.
c. Berdasarkan informasi dari warga, mereka akan membayar cicilan bulanan tersebut selama sekitar 5 tahun, terhitung sejak mereka pindah ke tempat pemukiman kembali.
6. Klaim dana bantuan social yang katanya diberikan kepada warga terdampak, tidak pernah diterima langsung oleh warga. Warga hanya dimintai untuk menandatangani kwitansi kosong, tapi tidak menerima uang sepeserpun.
7. Secara esensi, selain uang pindah sebesar Rp. 3.000.000/KK, tidak ada kompensasi apapun yang diterima oleh warga sebagai ganti rugi atas tanah, rumah, tanaman, dan property mereka yang hilang beserta bentuk-bentuk kerugian lainnya.
8. ITDC bersama pemerintah melakukan penipuan dan korupsi atas dana kompensasi dan bantuan social milik warga terdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Korupsi secara langsung dilakukan dengan pemangkasan secara langsung uang kompensasi dampak pembangunan proyek Mandalika dan pemotongan dana bantuan social melalui selisih pengadaan tanah yang seharusnya diterima langsung oleh warga. Korupsi tidak langsung dilakukan dengan cara komersialisasi dana kompensasi dan dana bantuan social proyek pemukiman kembali dengan pelimpahan beban pembangunan proyek kepada warga yang harus membayar dengan system kredit bulanan untuk tanah dan rumah yang mereka tempati. (Rilis)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *