Direktur RSUD Praya Undang 120 Faskes se Loteng

LOMBOK TENGAH (ntbupdate.com)- Maraknya pemberitaan terkait lambatnya pelayanan di semua jaringan pelayanan primer sampai sekunder di Lombok Tengah (Loteng).

Telah memantik perhatian dari Direktur RSUD Praya Loteng. dr. Mamang Bagiansyah SpPD., FINASIM, selaku Direktur RSUD Praya, Sabtu (5/5) kemarin, pihaknya bersama 120 Fasilitas Kesehatan (Faskes), se Loteng, telah membangun komitmen bersama dalam melahirkan strategi guna mengatasi persoalan tersebut.

“Untuk mengatasi lambatnya pelayanan di semua jaringan kesehatan, pihaknya membuka forum diskusi penguatan sistem layanan rujukan, bersama 120 Faskes se Loteng,” katanya.

120 peserta tersebut diantaranya, Kepala Dinas Kesehatan Loteng DR. H. Suardi, SKM, MPH, dan Subkor Rujukan Dinas Kesehatan Loteng Sudarman, kepala-kepala UPTD Puskesmas se Loteng, perwakilan dokter Puskesmas se Loteng, koordinator IGD Puskesmas se Loteng, termasuk para direktur RS-RS di Loteng seperti, direktur RS Cahaya Medika, direktur RS Mandalika dan direktur RSI Yatofa.

Dalam diskusi ini langsung di pimpin Putra Desa Kawo Kecamatan Pujut Loteng, dalam Pemaparannnya mengatakan, sistem rujukan antara Faskes, primer dengan Faskes sekunder (rujukan), perlu terus dibenahi agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang semakin memadai, berkepastian, dan layak.

Sedangkan, beberapa kasus-kasus tidak dapat terlayani, seperti pasien rujukan dari puskesmas, itu semata mata diakibatkan, keterbatasan kapasitas tempat tidur di IGD RS rujukan dan ini masih sering terjadi.

Dan hal ini juga, merupakan muara dari berbagai persoalan di level Faskes perujuk, sedangkan pemahaman masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan (khususnya sistem rujukan), dan sebagainya masih minim. “Persoalan ini, tentunya jadi tugas bersama, terutama dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat,” Pintanya.

Selanjutnya, Kepala Dinas Kesehatan Dr Suardi, menyambut baik langkah yang di gagas direktur RSUD Praya.
“Apresiasi terhadap pertemuan semacam ini yang digagas oleh direktur RSUD Praya, sebagai upaya untuk mengurai persoalan rujukan pasien. Kita semua para pelayan kesehatan di Loteng, harus terus kompak, saling menghargai, jangan sampai ada kesan saling melempar persoalan. Yakin dan percaya, bahwa tugas membenahi derajat kesehatan dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di Loteng adalah tugas kita semua,” katanya panjang.

Selanjutnya, Faskes primer harus memahami sikon teman-teman di RS, yang di RS sebaliknya juga sama harus memahami situasi yg dihadapi kawan-kawan di Puskesmas. “Mari kita saling memahami kondisi masing-masing, biar satu sama lain tidak saling salahkan,” pintanya.

Dan satu hal yang sangat penting lanjutnya, dalam melaksanakan tugas mulia, ini para Faskes tidak boleh lelah mengedukasi masyarakat, bahwa layanan kesehatan itu ada level-levelnya.

Ada yang dapat diselesaikan di puskesmas, ada juga yang harus dirujuk. Dan penilaian atas level-level ini adalah ranah petugas kesehatan. Yang dapat diselesaikan di Puskesmas, maka masyarakat jangan memaksa harus dirujuk. Yang harus dirujuk, ya jangan juga memaksa tetap di Puskesmas.

“Terpenting kita harus saling mengisi,” cetusnya.

Selain itu, masyarakat juga harus memahami, kapasitas sarana prasarana, juga Sumber Daya Manusia (SDM), kesehatan sebab kadang-kadang ada keterbatasan, yang memperbaikinya tidak segampang membalik telapak tangan.

Dan itu tentunya butuh waktu, butuh kesabaran, butuh biaya. ‘Ada berkarung-karung permasalahan tentang pelayanan kesehatan di Loteng, dan ini harus kita sikapi bersama,” ajaknya.

Dalam pertemuan hari ini, pihaknya berharap, bisa mengurai satu karung, masih banyak karung lain yg belum selesai. Mari terus bergerak bersama sama membenahi. Seperti tagline-nya direktur RSUD Praya: Beriuk Meriri.

Adapun hasil diskusi, yang di gagas RSUD Praya Loteng, diantaranya, pertama, Segera disempurnakan sistem informasi ketersediaan tempat tidur/ruangan di RS-RS rujukan yang dapat diakses oleh Puskesmas, maupun masyarakat luas, sehingga dapat memberi kepastian kemana harus merujuk dan di RS mana kasus tertentu dapat ditangani.

Dua, Kapasitas tempat tidur di IGD, di RS RS rujukan harus diupayakan bertambah. Mengingat jumlah penduduk Lombok Tengah yang besar. Rasio kapasitas tempat tidur per 1000 penduduk harus terus ditingkatkan (saat ini masih dibawah 1/1000 penduduk). RSUD Praya sudah membuat perencanaan penambahan kapasitas tempat tidur di IGD, di ICU, kapasitas ruang operasi, dsb, hanya masih mengusahakan pendanaan. Alhamdulillah RS Mandalika juga sdh akan mulai beroperasional menerima pasien BPJS. RS Cahaya Medika dan RSI Yatofa juga sdh merencanakan penambahan kapasitas. Pembangunan RS tipe D di wilayah utara Lombok Tengah, juga pembangunan RS milik Yayasan Qamarul Huda, serta pengembangan RS Adikarsa, tetap didorong.

Tiga, Implementasi maksimal program programnasional terkait rujukan, antara lain SISROUTE, layanan TELEMEDISIN, SIMRS, SIRS ONLINE, SATU SEHAT di semua faskes harus diupayakan terus menerus. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah sebagai dirigen sistem layanan kesehatan di Gumi Tastura harus lebih kuat mengawal hal ini melalui monev berkala dst.

Empat, Pembenahan internal di masing-masing faskes, baik primer maupun rujukan. Tingkatkan skill komunikasi terus-menerus secara intens antar faskes, agar muncul budaya saling asah, saling asih dan saling asuh. Termasuk pembenahan sarana prasarana dan SDM utk menunjang kecepatan tanggap/respons.

Lima, Diskusi-diskusi berikutnya yang harus segera dilakukan adalah penyegaran SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu), persoapan BANSOS, JAMPERSAL, dsb. Upaya agar Lombok Tengah segera mencapai kategori UHC (Universal Health Coverage) sehingga persoalan layanan kesehatan bagi pasien tidak mampu akan terurai, harus terus bersama-sama diadvokasikan kepada pimpinan daerah.

Dan enam, Terkait narasi yang kadang berkembang di masyarakat, misal dugaan penolakan pasien, dapat dipastikan bahwa hal ini tidak pernah terjadi. Tidak ada satupun dari tenaga kesehatan, di faskes manapun yang menolak melayani pasien. Kadang dijumpai ada pasien di puskesmas yang belum dapat dirujuk karena bed di RS terpakai semua, tentu tidak berarti ada penolakan. Contoh lain ada keluarga pasien yang karena melihat sendiri situasi keramaian di IGD, lantas memilih ke faskes lain, juga tentu tidak pas disebut penolakan. Inilah yang perlu dipahami bersama. Sudah menjadi sumpah profesi seluruh tenaga kesehatan yaitu untuk mengabdikan diri memberikan pelayanan tanpa membedakan agama, pangkat, suku, bangsa, dan status sosial.

Di akhir diskusi semua peserta rapat, kompak meneriakkan semangat membahana: “Nakes di Lombok Tengah Siap Melayani Sepenuh Hati, Menuju Lombok Tengah Bersatu Jaya!!!”
“Sehat Bangsaku, Kuat Negeriku!!!” (nu-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *