MATARAM (ntbupdate.com)- Mantan karyawan PT Sinar Mas Multifinance (SMM) bernama M. Zainal Maliki, melapor ke Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB. Warga Dusun Bangle, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur ini mengadu ke Disnaker NTB, lantaran dirinya dipecat secara sepihak, dan tidak diberikan pesangon oleh PT SMM.
“Yang kami laporkan itu pesangon sama surat pemberhentian kerja. Karena saya sendiri sama teman-teman yang lain, tidak menerima (surat) pemberhentian kerja itu. Baik secara lisan maupun tertulis,” ungkap Zaenal belum lama ini.
Zaenal menceritakan awal mula perselisihannya dengan PT SMM, yakni bermula pada bulan April 2023 lalu, ketika pihak perusahaan melakukan audit. Kemudian Zaenal dicurigai mengambil uang pelunasan dari nasabah. Tapi dari hasil audit itu tidak ditemukan kejanggalan yang membuktikan kalau Zaenal bersalah. “Tidak ada temuan yang disangkakan ke saya. Saya langsung di BAP oleh auditnya secara tatap muka, dan tidak ada bukti atau temuan dalam audit itu. Sudah ada pernyataan tertulis,” jelasnya.
Seperti tidak puas dengan hasil audit, atasan Zaenal, yakni Koordinator Wilayah Bali Nusra melakukan rapat tertutup dengan auditor. Dimana saat itu Zaenal tidak dilibatkan sama-sekali. Selesai rapat tertutup, tiba-tiba Zaenal dinonaktifkan sementara waktu, dan diminta untuk menunggu dalam jangka waktu yang tidak disebutkan.
Setelah menunggu hampir dua bulan lamanya. Tidak ada lagi kejelasan dari perusahaan.
Apakah Zaenal diberhentikan atau hanya dinonaktifkan sementara.
Zaenal hanya mengetahui jika dirinya dipecat, lantaran pada 13 Juni 2023 lalu, perusahaan tiba-tiba mencabut semua akses pekerjaannya yang dinonaktifkan.
Baik akses untuk membuka data, maupun absen, sudah tidak bisa dilakukan. “Tiba-tiba perusahaan menonjobkan saya, tanpa ada pemberitahuan secara tertulis maupun lisan. Akses untuk data, dan absen tidak bisa diakses,” katanya.
PHK yang dialaminya ini dirasakan amat merugikan dia. Sebelumnya Zaenal juga sudah pernah melakukan somasi ke kantor pusat. Namun sampai sekarang tidak kunjung mendapat tanggapan. Akhirnya Zaenal melakukan pengaduan ke Disnakertrans NTB.
Dengan mengadukan persoalan itu ke Disnaker, Zaenal berharap apa yang menjadi haknya sebagai karyawan yang di PHK dapat dipenuhi perusahaan. Apalagi ia mengaku hampir 11 tahun lebih telah mengabdikan diri di PT SMM tanpa ada masalah. “Yang sudah bergulir tuntutannya di Disnaker itu ada empat orang. Rata-rata sudah senior semua. Kasusnya sama, dipecat tanpa menerima surat PHK secara langsung,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Disnakertrans NTB, I Gede Putu Aryadi mengaku sudah menerima surat pengaduan dari Zaenal Maliki yang di PHK secara sepihak oleh PT SMM. “Surat (laporan, red) baru masuk hari ini,” jelasnya.
Hanya saja Aryadi mengatakan belum bisa menanggapi lebih jauh terkait laporan salah satu mantan karyawan PT SMM tersebut, karena surat laporan baru saja diterima Disnakertrans NTB. “Baru saja surat masuk, masak langsung konfirmasi,” ujarnya.
Aryadi mengungkapkan para petugas perlu melakukan kajian terhadap laporan tersebut. Untuk kemudian dilakukan klarifikasi terhadap alat bukti pendukung lainnya. Sehingga masalah ini bisa ditangani secara obyektif dan profesional oleh Disnakertrans tanpa dipengaruhi oleh opini dari luar. “Berikan kesempatan petugas untuk meneliti pengaduannya,“ tegasnya.
Demikian ketika disinggung ada karyawan lain yang juga dipecat secara sepihak oleh PT SMM, Aryadi mengaku persoalan tersebut masih dalam proses penanganan Disnakertrans NTB. “Kita lihat nanti,” ucapnya.
Perihal pesangon yang tidak dibayarkan PT SMM, Aryadi mengatakan akan memanggil pihak pelapor maupun perusahaan yang bersangkutan, dengan membawa alat-alat bukti permulaan yang cukup. “Nanti pelapor dan perusahaannya akan kita panggil,” tandasnya.
Untuk diketahui pemerintah telah menerbitkan 49 aturan pelaksana dari Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Aturan pesangon diatur dalam pasal 40 dalam PP yang menyebutkan apabila terjadi PHK, maka pengusaha wajib membayar pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang penggantian hak yang seharusnya diterima. (rilis)